KUDUS - Beberapa perusahaan yang ada di wilayah kerja Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai (KPPBC)  kabupaten Kudus meliputi Eks Karesidenan Pati, sejauh ini merupakan pemasok rokok ilegal terbesar di Indonesia.
    Setidaknya, hal itu dapat dibuktikan dengan  etiket rokok polos yang paling banyak menuliskan ”Kudus” sebagai wilayah produksinya. Padahal, produksinya justru sebagian besar dari luar Kota Keretek. Data terakhir menyebutkan, penindakan rokok ilegal terbesar KPPBC Kudus berada di Jepara, Kota Keretek, dan daerah lain di Eks Karesidenan Pati.
    Pelaku usaha seperti itu mengembangkan berbagai cara untuk dapat menghindari pantauan dan operasi petugas, salah satunya adalah dengan menerapkan sistem sel dalam setiap tahapan produksinya. Aparat pun mengirim sinyal untuk memeranginya dengan berbagai cara baik pemberantasan, penerapan denda administrasi setinggi mungkin, pengambilan mesin produksi hingga ”membangkrutkan” usaha ilegal yang dilakukan.

    Genderang Perang
    Pelaksana Tugas Kakanwil Bea dan Cukai Jateng DIY Nugroho Wahyu Widodo mengemukakan hal itu. pada keputusan rapat terakhir di institusi yang dipimpinnya, diperintahkan untuk ”menghabisi” rokok ilegal terutama di wilayah kerja KPPBC Kudus. ”Hal itu didasarkan hasil survei bahwa peredaran rokok ilegal di Jawa Tengah paling banyak,” ujarnya.
    Pasar Jateng sebagian besar dipasok oleh produsen rokok ilegal yang produksi di wilayah kerja KPPBC Kudus. Selain penindakan, pihaknya juga menilai, upaya edukasi masih perlu agar masyarakat dapat membeli produk yang legal saja. Kali ini, genderang perang terhadap peredaran rokok ilegal benar-benar akan dilakukan.
    Sebelumnya, hal itu sudah diterapkan untuk mengurangi produksi barang isapan tanpa dilekati pita cukai itu. Persoalannya, peredaran dinilai masih banyak di pasaran. Tidak hanya dipasarkan di Pulau Jawa, tetapi sudah sejak lama merambah ke luar Jawa. Institusinya tidak segan-segan melakukan hal-hal yang mungkin akan dianggap sangat keras oleh pelaku rokok ilegal.




    Beruntunglah ibu yang punya anak pintar sepintar kamu, ujar Bapak ketika melihat saya berada di masjid Agung Malang, orangtua itu menceritakan anak perempuannya ketika anaknya berusia 3 tahun, anak yang diduga keterbelakangan mental. Sekarang tumbuh menjadi gadis cantik berambut panjang wajahnya nampak imut ketika mengenakan kacamata bening, terlihat di foto Androidnya.
    ketika saya mendengar ungkapan sang ayah saya terkejut terlihat dari sikapnya ternyata sang ayah belum siap memiliki anak yang ketrbelakangan mental. Ungkapnya mau jadi apa anak seperti ini? Berulang kali ungkapan itu terdengar ditelingaku dengan ekspresi wajah yang bercampur putus asa dan rasa kecewa. Anak mau jadi apa itu tergantung orang tua yang memperlakukan anak. Jika orangtua memperlakukan anak kurang baik dengan anggapan anak adalah beban hidup. Maka anak tidak akan jadi apa-apa.
    tidak dipungkiri harapan semua orang tua memiliki anak yang sehat, pintar, sempurna, normal, cerdas, berakhlaqul karimah, rajin, bertanggung  jawab, Berbakti kepada orang tua.
    Harapan muluk-muluk orang tua tidak akan terealisasi tanpa adanya usaha yang maksimal, ingat anak itu manusia bukan mesin orang tua juga manusia biasa masing-masing memiliki kelebihan dan kelemahan tersendiri.
    Keinginan dan harapan orang tua yang menggebu-gebu kepada anak-anaknya, tak diimbangi dengan usaha yang maksimal tidak akan tercapai, yaitu apakah orangtua sudah meluangkan waktu, pikiran, tenaga untuk mendidik anak-anaknya.
    Tepat ketika saya pulang dari masjid saya bertemu Ibu yang memperbaiki motor macet yang di kendarai, kemudian saya berhenti sejenak untuk menolongnya, ketika itu ibu terkejut bahkan dengan leganya menceritakan keluhan anak laki-lakinya yang beranjak remaja yang tidak memiliki sikap tanggung jawab, tak peduli tugas sekolah, bahkan lupa bahwa statusnya adalah Mahasiswa ketika liburan sekolah, ujian sekolah, dan pengumuman yang lain pun ia tak mengerti.
    Saya pun bertanya kepada Ibu tadi, apa yang dilakukan anak dirumah? Siapa yang bertugas mencuci piring dirumah, siapa yang menyapu lantai, siapa yang mengganti air galon dirumah,siapa yang mengganti tissue?
    Jawaban dari pertanyaan tersebut sudah bisa diduga. Bahkan masalah baju pun si anak yang melakukannya. Lalu bagaimana mungkin orangtua berharap anak bersikap tanggung jawab, mandiri bahkan peduli pada orang lain ?
    Berawal pada Paradigma.
    cara berpikir orang tua kepada buah hatinya menjadikan bagaimana sikap orang tua memperlakukan anak-anaknya kalau saja orang tua menganggap anaknya sebagai :
    Beban
    Tiap kali orang tua mengeluarkan uang untuk anaknya pasti selalu mengeluh tidak dengan senang hati bahkan rasa ke ikhlasan tidak penuh, dan  lebih senang waktunya ditempat bekerja daripada dengan sanak keluarga, mudah putus asa ketika melihat anaknya mendapat masalah.
    Pengganggu
    Maka yang dilakukan orang tua yaitu menyingkirkan anak dengan cara yang halus yaitu mengabaikan anak ketika anak sedang sakit, memukul dengan tangan, bahkan tak peduli dengan kebutuhan Psikologis anak dan kebutuhan spiritual pun tak dipedulikan lagi, anak hanya dijadikan pelampiasan belaka ketika orang tua bertengkar dengan pasangannya, kasar dalam tutur kata  dan masih banyak lagi.
    Pembawa sial dari masalah keluarga
    Orangtua secara tidak langsung mendidik anaknya dengan tuturkata yang tidak sopan (berkata kasar) memaki anak selalu menyalahkan anak disetiap kejadian yang tidak enak yang dialami anak, bahkan menginginkan anaknya mati baik secara ucapan maupun tindakan, selalu membedakan anaknya dengan temannya yang lebih pintar.
    rasa sakit ketika melahirkan
    Dengan demikian ibu kurang memiliki hubungan dekat dengan anak, ibu lebih tidak sabar mellihat anaknya ketika menghadapi perilaku kenakalan remaja dianggap cenderung tseolah-olah tidak ada masalah, ibu lebih senang menghabiskan waktu kepada kakak atau adiknya yang tidak bermasalah, tapi ibu memberikan tugas lebih banyak pada anak yang agak nakal agar supaya anaknya memiliki rasa tanggung jawab.
    Aset atau Properti
    Orang tua lebih menekankan anaknya agar selalu melakukan hal-hal yang dianggap penting. mereka ingin menjadikan anak-anaknya agar bisa menjadi generasi penerus bangsa yang dapat dibanggakan. Konflikpun terjadi ketika anak mengambil keputusan bahwa karir atau pekerjaan yang diambil tidak sesuai dengan keinginan orang tua. Bukan hanya itu. Memilih teman bermain juga menjadi masalah tersendiri. Orangtua juga akan menentukan bagaimana memilih kriteria teman bermain yang relevan, dengan harpan menjaga agar terhindar dari kenakalan remaja.
    Dibutuhkan kesungguhan pada diri sendiri agar mengetahui bagaimana sesungguhnya paradigma orangtua terhadap anak-anaknya.karena dengan itulah cara yang lebih utama dalam membesarkan anak-anak.


    M. Imam Zaenal Abidin
    Penulis adalah Mahasiswa Pascasarjana UIN Maliki Malang



Páginas

Intro Recent

Advertise here


Top